PALEMBANG , – Sidang lanjutan komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kembali di selenggarakan, terkait adanya dugaan pelanggaran Undang – Undang Nomor 20 tahun 2008 oleh PT Guthrie Pecconina Indonesia (GPI) dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Hukum Unsri Bukit, Senin (4/7/2022).
KPPU Kembali menyelenggarakan Sidang Perkara Nomor 02/KPPU-K/2021 tentang dugaan pelanggaran pasal 35 ayat (1) Undang – Undang Nomor 20 tahun 2008 terkait pelaksanaan kemitraan oleh PTGuthrie Pecconina Indonesia di Kabupaten Musi Banyuasin yang berada di wilayah kerja Kantor Wilayah II KPPU.
PT Guthrie Pecconina Indonesia diduga melakukan penguasaan terhadap Mitra
Usahanya (KUD Sinar Delima) dalam kegiatan kemitraan Inti Plasma pada kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit.
Penguasaan tersebut dilakukan melalui pengendalian terhadap pengambilan keputusan dalam pembangunan kebun plasma, menguasai hasil penjualan TBS plasma, pengambilan keputusan terhadap data dan informasi kebun plasma dan menguasai pengambilan keputusan terhadap pengelolaan kebun.
Atas perilaku tersebut PT Guthrie Pecconina Indonesia diduga melakukan
pelanggaran Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, yang berbunyi “Usaha Besar dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro, Kecil, dan/atau Menengah sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan
kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26”.
Sebelumnya KPPU telah memberikan peringatan tertulis terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan. Akan tetapi PT Guthrie Pecconina Indonesia tidak melaksanakan peringatan tertulis I, Peringatan Tertulis II dan Peringatan Tertulis III yang telah disampaikan.
>> Kasus Subang, Babinsa Koramil 0512/Cijambe Ringkus 2 Orang Pelaku
Untuk itu, KPPU melakukan Pemeriksaan Lanjutan terhadap perkara dimaksud Pada Pelaksanaan Sidang yang dilakukan pada 4 Juli 2022 ini, Majelis Komisi kembali mendengar keterangan-keterangan dari KUD Sinar Delima. Selanjutnya, Jika PT Guthrie Pecconina Indonesia terbukti melakukan pelanggaran.
Sanksi yang dapat dijatuhkan berdasarkan pada Pasal 39 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 yaitu sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) bagi pelaku Usaha besar, atau sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000 (lima milyar rupiah) bagi pelaku usaha menengah.
Sementara Ketua KUD Sinar Delima Azim Alpian menuturkan, pihaknya merasa dirugikan oleh PT GPI karena sejak awal tidak transparan dan hasilnya tidak sesuai.
“Dari pertama tidak ada ketransparanan dari pihak PT GPI dalam pengelolaan kebun Plasma saya selaku ketua KUD dapat mandat, kita lihat hasilnya hanya 500ribu tidak sesuai dengan umur tanaman. Padahal idealnya kalau umur tanaman 8tahun ke atas itu sudah lebih dua ton /hektar tapi kenyataannya masih di bawah satu ton,” ungkapnya
Selain itu, sambung Azim, sejak tahun 2006 Pengelolaan Kebun Plasma devisit penghasilan, ini menjadi pertanyaan, sebenarnya kebun petani ini pengelolaannya seperti apa kenapa bisa ada hutang. Selama ini petani tidak pernah dilibatkan dalam pengelolaan Kebun yang seharusnya sama-sama mengelolanya.
“Kedua juga dari KUD karena kebun kita itu sudah bertahun-tahun sejak tahun 2006 kok sampai ada hutang devisit itu kenapa. Ya seharusnya tidak devisit, jadi kita pertanyakan lah kenapa kebun ini bisa devisit jadi selama ini di fungsikan seperti apa kita adalah mitra seharusnya kegiatan di kebun itu harus sama dengan Mitra terutama dengan KUD sendiri ini malah tidak pernah,”ucapnya.
Azim menjelaskan, berdasarkan perjanjian dengan perusahaan ada hak dan kewajiban, yang seharusnya saling menguntungkan ini justru devisit hutang mencapai miliaran rupiah.
>> Srikandi Siliwangi Raih Medali Emas di Ajang Orienteering
“Dalam perjanjian itu kita kerjasama saling menguntungkan, kenyataan kita pada Oktober 2018 setelah kredit dengan pihak bank di nyatakan lunas kita mempunyai hutang atau devisit Rp 31,5 Miliar,”ujarnya
Sementara itu, Koordinator Saksi Investigator Hirmi Ningrum menerangkan, bahwa pihaknya mengumpulkan bukti-bukti terkait dugaan pelanggaran undang-undang tersebut.
“Kita mengumpulkan bukti dari beberapa saksi dari kemitraan dari PT GPI dengan KUD nya, dalam kemitraan perjanjian nya menimbulkan hutang yang seharusnya saling menguntungkan,memberikan kemandirian di petani. Oleh karena itu kemitraan ini ada indikasi prinsip saling menguntungkan itu tidak terjadi dalam pengelolaan kebun oleh GPI tidak ada keuntungan malah menimbulkan hutang berarti ada memang benar adanya dugaan pelanggaran,”jelasnya
“Selanjutnya akan ada pemeriksaan dari saksi ahli pihak terlapor akan mengajukan Saksi dikasih kesempatan yang sama dalam pembuktian,” tandasnya.
(Yanti)
This website uses cookies.