JAKARTA , – Dalam situasi pandemik covid-19 kita semua dikagetkan muncul-nya Rancangan Undang-Ubdang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Istilahnya gak ada hujan gak ada panas serta hampir tidak pemberitaan di media masa tiba-tiba kita dikagetkan RUU HIP. Meskipun agak tertutup oleh DPR RI, berita ini tersiar di media sosial.
Penulis salah satu orang tercepat merespon RUU ini dan mengingatkan semua pihak bahwa RUU ini mengandung kerawanan, mengganggu stabilitas negara karena berpotensi membuka luka lama.
RUU yang di prakarsai Baleg DPR ini mungkin maksudnya baik, akan tetapi tidak dilihat, dikaji dan ditela’ah secara holistik bagaimana proses lahirnya Pancasila dan bagaimana kedudukan Pancasila.
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus sebagai dasar filosifis negara. Dimana setiap materi muatan peraturan-perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu sendiri.
Perlu diketahui, Pancasila tidak ada dalam hierarki peraturan perundang-undangan karena nilai Pancasila telah terkandung dalam suatu norma di Undang-Undang Dasar 1945.
Bahwa pasal 3 ayat 1 Undang-Undang no.12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah oleh UU no.15 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menyebutkan “UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan HUKUM DASAR dalam peraturan perundang-undangan”
Penempatan Pancasila sebagai SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM Negara adalah sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 .
Dalam teori Hans Nawlasky terdapat jenis dan tingkatan suatu aturan yaitu:
Staatsfundamentalnorm (norma fundamental negara/sumber hukum, contoh: Pancasila.
Kemudian yang berikutnya: Staatsgrundgesetz (aturan dasar/aturan pokok negara, contoh: UUD), kemudian formal gesetz (undang-undang) dan yang terakhir Verordnung & Autonome (peraturan pelaksanaan, PP, Perda).
Sesuai pasal 2 UU no.12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU no. 15 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan “PANCASILA merupakan sumber segala sumber HUKUM NEGARA”.
Jika dikaitkan dengan teori Hans Nawlasky diatas tadi, letak Pancasila ada pada tataran Staatsfundamentalnorm (norma fundamental negara/Sumber Hukum).
Meskipun presiden Joko Widodo melalui Menkopolhukam menunda pembahasan RUU HIP ini, banyak kalangan menghendaki agar RUU HIP tidak dilanjutkan alias distop saja. Tidak dibahas lagi antara DPR RI dan Pemerintah. Sebab bisa menghabiskan energi bangsa, saling menyalahkan, saling tuduh, saling ngejek, saling unjuk kekuatan.
Hal itu sudah bisa dilihat dalam satu minggu terakhir ini bagaimana anak bangsa yang tidak setuju dengan RUU HIP.
Tentunya terlalu mahal harga sebuah persatuan bangsa bila terkoyak dengan sebuah RUU yang lebih banyak mudharatnya.
Olehnya biarkan Pancasila yang sudah ada sejak 1 juni 1945. Tidak usah diutak atik, diobok-obok, didegradasi, dikaburkan dan ditafsirkan.
Kedudukan Pancasila sudah begitu makom dan pakem-nya!!
H. Djafar Badjeber.
-Anggota MPR RI , 1987-1992,
-Wakil Ketua Umum DPP Hanura Bidang
Ideoligi dan Politik,
-Majelis Pakar DPP Parmusi
This website uses cookies.