JAKARTA , – Sesuai dengan undang-undang No 7 tahun 2017, maka Pilpres akan dilaksanakan pada tahun 2024 dan bersamaan dengan Pemilihan Legislatif.
Ketua Dewan Pembina Laskar Ganjar – Puan, H. Mochtar Mohamad memandang, dalam kontestasi ini pengaruh ekor jas (coat tail effect) dari Partai yang bisa mengusung calon presiden atau wakil presiden akan membuat setiap partai memaksakan kadernya demi mendapatkan hasil suara maksimal di pemilihan legislatif.
Sementara syarat untuk dapat mencalonkan presiden (presidential threshold) adalah 115 kursi di DPR RI. Saat ini hanya PDI Perjuangan saja yang sudah memiliki syarat lebih dari cukup untuk mencalonkan sendiri calon Presiden dan Wakil Presiden, yakni 128 Kursi di DPR RI.
Hal tersebut akan mempengaruhi terbentuknya poros-poros koalisi lain di Pilpres tahun 2024. Menurutnya ada beberapa poros koalisi yang akan terjadi di Pilpres 2024 mendatang.
Poros pertama adalah poros Teuku Umar. Megawati Soekarnoputri PDI Perjuangan memiliki 128 Kursi DPR RI dan sudah memenuhi syarat mencalonkan pasangan Presiden dan Wakil Presiden sendiri tanpa koalisi.
“Partai bisa saja bergabung dengan PDI Perjuangan adalah partai-partai koalisi pemerintahan Jokowi yang tidak mencalonkan kadernya pada Pilpres nanti. Sedangkan Capres yang mungkin muncul dalam poros ini adalah Ganjar Pranowo dan Puan Maharani,” ujar Mochtar Mohamad dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/12/21).
>> Sektor 7 Satgas Citarum Perangi Rumput Liar di Bantaran Sungai Citarum
Sedangkan Poros kedua yakni poros Hambalang. Prabowo Subianto bersama Partai Gerindra memiliki 78 Kursi di DPR RI dan membutuhkan Partai koalisi untuk mendapatkan tiket pilpres di tahun 2024. Gerindra bisa saja bersama-sama membangun koalisi dengan Partai Golkar yang memiliki 85 Kursi di DPR RI, sehingga mencukupi ambang batas pencalonan seorang Presiden dan Wakil Presiden.
“Sedangkan calon yang mungkin akan muncul adalah Prabowo Subianto, Sandiaga Uno dan Ketua Umum Partai berlambang Beringin sendiri, yakni Airlangga Hartarto,” jelasnya.
Terakhir, Poros ketiga yaitu poros Cikeas, Susilo Bambang Yudhoyono. Demokrat dengan 54 Kursi DPR RI belum cukup untuk mendapatkan tiket Pilpres. Besar kemungkinan akan menarik partai oposisi lainnya, yakni PKS dengan 50 Kursi DPR RI. Akan tetapi Demokrat dan PKS juga masih belum memenuhi syarat, setidaknya membutuhkan satu partai lain untuk bergabung agar cukup dalam ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Besar kemungkinan, Nasdem bisa saja tertarik bergabung dengan poros Cikeas ini.
“Nama – nama yang muncul dari poros ini adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Salim Assegaf dan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan,” terangnya.
Di sisi lain, sambung dia, Partai yang tersisa dan belum terpolarisasi dalam 3 poros ini adalah PKB dengan 58 kursi DPR RI, PAN dengan 48 Kursi DPR RI, dan PPP dengan 19 Kursi DPR RI. Ketiga partai ini, besar kemungkinan akan melihat trend kandidat di 3 poros tersebut.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) misalnya, dalam hasil Survey Charta Politika beberapa waktu lalu, dikemukakan bahwa prefrensi pemilih PKB lebih condong kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo ketimbang Cak Imin sang Ketua Umum.
Bisa saja PKB akan lebih tertarik apabila bergabung dengan poros Teuku Umar bersama PDI Perjuangan dengan Ganjar Pranowo nya. Begitu juga dengan PAN dan PPP yang relatif masih melihat dampak kandidat dan dampak poros koalisi terhadap keuntungan Partainya.
>> Tiba di Bandung, Iriana Jokowi dan Wury Ma’ruf Amin Tinjau Vaksinasi Anak 6-11 Tahun
“Jika tidak mencalonkan kadernya dalam Pilpres nanti, tambahan kursi Menteri pada kabinet Jokowi saat ini juga masih sangat menarik bagi partai-partai seperti PKB, PAN, dan PPP. Karena tambahan kursi Menteri bisa sangat mungkin akan menaikan elektabilitas partainya melalui kinerja sebagai menteri di kabinet,” pungkasnya.
(Red)