Virtual Police Menjangkau Media Bersifat SARA
MUARADUA , – Polresta Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan menandatangani MoU Virtual Police bersama Pemerintah Kabupaten OKUS. Virtual Police atau Tim Patroli Siber itu dimaksudkan menciptakan media sosial yang sehat dan bersih.
Kapolres OKU Selatan AKBP Zulkarnain Harahap SIK menjelaskan sejak mulai beroperasi 24 Februari 2021, polisi Virtual gagasan Kapolri ini dipastikan lebih kepada edukasi, bukan untuk mengekang.
Polri memastikan kehadiran virtual police gagasan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tidak membatasi masyarakat yang ingin bersuara di ruang digital. Polri hanya melakukan upaya edukasi lewat virtual police jika ada potensi pelanggaran pidana dalam bermedia sosial.
>> Ketum SMSI Paparkan Tentang Teori Publisitas di Era Digital
“Langkah Virtual Police jelas sejalan dengan surat edaran Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tentang kesadaran budaya beretika dalam dunia digital. Salah satu poin surat edaran itu terkait langkah damai di kasus UU ITE yang harus diprioritaskan penyidik demi dilaksanakannya restorative justice,” disampaikan Zulkarnain Harahap, Kamis 4 Maret 2021.
Ya, virtual police akan memberi peringatan jika seseorang membuat tulisan atau gambar di media sosial yang mengarah ke pidana. Kepolisian justru memberi edukasi.
“Jadi sama-sama kita memberi tahu dengan adanya dunia maya ini biar bersih, tidak terjadi saling fitnah, saling ejek, dan sebagainya. Dan polisi pun akan melihat, ada ahli dilibatkan. Kalau itu termasuk kritik, kan tidak masuk. Kita kan ada ahlinya,” sambung Zulkarnain.
Virtual Police juga berfungsi mengurangi hoax atau post truth di dunia maya, sehingga peristiwa saling lapor tidak terjadi lagi.
“Diharapkan, dengan adanya virtual police, dapat mengurangi hoax atau post truth yang ada di dunia maya,” katanya.
>> Pocari Sweat Gelar Event Lari Terbesar di Indonesia
Patroli siber di media sosial mengawasi konten-konten yang terindikasi mengandung hoax serta hasutan di berbagai platform, seperti di Facebook, Twitter, dan Instagram. Jika ada akun media sosial yang mengungah konten yang berpotensi tindak pidana, tim patroli siber akan mengirimkan peringatan melalui DM.
Tim patroli siber ini, lanjut Zulkarnain meminta pendapat ahli pidana, ahli bahasa, maupun ahli ITE sebelum memberikan peringatan virtual ke terduga pelanggar UU ITE. Dengan demikian, peringatan virtual itu dilakukan berdasarkan pendapat ahli sehingga bukan pendapat subjektif penyidik kepolisiann.
Selanjutnya tim patroli siber akan mengirim pesan berupa DM berupa peringatan. Di dalam pesan tersebut disampaikan bahwa konten itu mengandung pelanggaran atau hoax. Pesan peringatan itu dikirimkan dua kali ke seseorang yang diduga mengunggah konten hoax atau ujaran kebencian.
>> Pelaku Curat di 10 TKP Dibekuk Sat Reskrim Polres Cirebon Kota
Adapun tindak pidana yang dapat diselesaikan dengan cara restorative justice, yang pertama pencemaran nama baik, fitnah, penghinaan. Itu ada di UU ITE Pasal 27 ayat 3, Pasal 207 penghinaan terhadap penguasa, Pasal 310 dan Pasal 311. Terhadap tindak pidana tersebut pencemaran nama baik, fitnah, penghinaan itu tidak akan dilakukan penahanan dan dapat diselesaikan dengan cara restorative justice.
Penandatanganan MoU Naskah Virtual Police juga dihadiri Soelihien Abuasir Wakil Bupati OKU Selatan. Dalam kesempatan itu juga diadakan pelatihan dengan narasumber antaralain Ahli Bahasa IIndonesia ari Universitas Sriwijaya Profesor Dr Mulyadi Eko Purnomo, Ahli ITE dari Kominfo Sumsel Januardi Pelatihan Virtual Police OKU Selatan ini juga menghadirkan Firdaus serta tim influencer Sumsel. (apd)
This website uses cookies.