PALEMBANG , – Majelis Hakim Tipikor Kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pengadaan lahan makam yang menjerat Wakil Bupati Ogan Komering Ulu (OKU) Johan Anuar di Pengadilan Negeri Palembang, dengan agenda menghadirkan saksi ahli oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK RI yang dikomandoi Rikhi B Maghas SH MH.
Dihadapan Majelis hakim Tipikor Palembang yang diketuai Erma Suharti SH MH, JPU KPK menghadirkan langsung dua saksi ahli yakni, Yudistira Perkasa dari Dinas Perumahan Kawasan dan Pemukiman Pemprov Sumsel dan Amin Mansur dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), sementara terdakwa Johan Anuar dihadirkan melalui virtual dari Rutan Pakjo Palembang, Selasa (23/2/2021).
Terdakwa Johan Anuar melalui Penasehat Hukum (PH), Titis Rachmawati SH MH, berpendapat bahwa dua saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK sebagaiamana keterangannya dihadapan majelis hakim tidak ada hubungan hukum sama sekali dengan terdakwa selaku kliennya.
“Keterangan saksi ahli tidak ada hubungan dengan terdakwa , ketika ditanya banyak bilang tidak tahu padahal jelas dua saksi ahli yang dihadirkan ini merupakan salah satu alat bukti dalam menetukan apakah terdakwa ini bersalah atau tidak,” kata Titis.
Titis menambahkan,menurutnya dalam keterangan saksi ahli dihadapan majelis hakim pada sidang kali ini hanya mengemukanan pendapatnya secara umum sesuai keahlian bidang yang saksi kuasai.
“Hingga saat ini beberapa saksi yang dihadirkan JPU KPK menurut kami tidak ada satupun yang berkaitan dengan terdakwa,” ujarnya.
Dengan demikian pihaknya berharap agar majelis hakim dapat terbuka mata hatinya, untuk melihat persoalan ini secara kebenaran dan fakta yang sebenarnya menurut hati nurani dikarenakan proses persidangan ini hanya mencari kebenaran materil.
Sementara, Jaksa Penuntut Umum (KPK) Asri Irawan SH MH, menjelaskan dua saksi ahli dihadirkan dalam sidang ini dimintai keterangannya tentang prosedur pengadaan tanah apakah sudah sesuai atau tidak dengan regulasi dalam hal ini Undang-undang Nomor 2 tahun 2012.
“Pada prinsipnya menurut ahli bahwa perencanaan untuk pengadaan tanah seharusnya dibuat studi kelayakan, ketika ada fakta tentang pengadaan tanah yang tidak dibuat studi kelayakan maka itu tidak sesuai dengan regulasi,” jelas Asri.
Kemudian lanjut Asri, mengenai pelaksanaan pengadaan tanah yang skup nya di Kabupaten itu dibawah kendali atau tanggung jawab Kanwil BPN kalau tanahnya pengadaan skala besar.
“Yang dimaksud skala besar, adalah pengadaan tanah diatas 5 hektar, sementara di OKU itu pengadaan tanahnya diatas 5 hektar dan sejauh ini seluruh ungkapan saksi-saksi sudah merujuk pada dakwaan yang dibacakan,” tandasnya.
(afd)